Mengapa Orang Indonesia Perlu Belajar Bahasa Arab



Halo, Assalamu’alaikum.

Bertepatan dengan Hari Bahasa Arab Sedunia yang jatuh pada tanggal 18 Desember kali ini, saya ingin berbagi opini tentang alasan kenapa masyarakat Indonesia perlu mengetahui dan mempelajari bahasa Arab. Sedikitnya ada 3 alasan yang akan saya kemukakan sebagai berikut.

Pertama, sebagian besar masyarakat Indonesia beragama Islam (muslim). Dalam agama Islam, terdapat dua sumber hukum utama yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang keduanya menggunakan bahasa Arab. Sebagai seorang muslim, dalam segala aspek kehidupan akan merujuk ke dua sumber tersebut. Bagaimana mungkin seseorang dapat memahami suatu konten terlebih konten hukum, tanpa memahami betul bahasa yang digunakan dalam konten tersebut.

Loh kan masing-masing udah ada terjemahannya? Betul. Kita patut bersyukur para ulama’ kita telah bersungguh-sungguh dalam menyajikan terjemahan Al-Qu’an dan Hadits, karena kita sangat terbantu untuk sedikit memahami isi dari keduanya. Kenapa saya bilang sedikit, karena Al-Qur’an dan Hadits WAJIB untuk diterjemahkan sedekat mungkin dengan bahasa sumbernya, yaitu bahasa Arab. Mungkin sebagian pembaca pernah membaca karya terjemahan, bahasa Inggris misalnya, bagaimana pemahaman anda? Apakah hanya dengan sekali baca anda bisa memahami keseluruhan? Saya pribadi tidak yakin, hanya sedikit yang mampu kita tangkap, karena butuh mengulang bacaan untuk mengerti maksud kalimat, padahal bahasa terjemahan sudah (diusahakan) komunikatif. Hal tersebut karena tidak semua kata atau rangkaian kata dalam bahasa sumber dapat dipadankan dengan bahasa terjemahan. Bukankah lebih enak membaca dari bahasa aslinya dibandingkan terjemahan? Tentu saja J Terlebih Al-Qur’an dan Hadits yang isinya tidak boleh diubah sama sekali, sehingga jika dirasakan, terjemahan keduanya sangat kaku, maka bahasa arab sebagai bahasa sumber harus tetap dicantumkan, agar kita dapat merujuk kembali jika menemukan terjemahan yang janggal. Selain itu, firman Allah SWT bukanlah perkataan biasa. Di dalamnya mengandung kata-kata pilihan yang menyiratkan makna yang dalam, sehingga untuk menangkap makna tersebut diperlukan penguasaan bahasa firman Allah SWT, yaitu bahasa Arab.

Kedua, masih berkaitan dengan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Selain sumber hukum yang berbahasa Arab, kehidupan seorang muslim tidak terlepas dari do’a dan istilah-istilah atau ungkapan yang menggunakan bahasa Arab, baik tau, sedikit tau, atau bahkan tidak tau artinya sama sekali. Jika mengetahui artinya, maka seorang muslim akan lebih menghayati dalam berdo’a serta akan sesuai dalam penggunaan istilah. Namun, bagaimana dengan yang tidak tau sama sekali? Bagaimana dengan do’a yang dipanjatkan? Bagaimana dengan penggunaan istilah yang tidak tepat? Berkaitan dengan do’a, apakah do’anya didengar oleh Allah atau tidak, tentu didengar karena Allah Maha Mendengar. Tapi bukankah akan merasa lebih dekat ketika kita mampu berkomunikasi dengan bahasa yang digunakan oleh Allah? 

Selain itu, berkaitan dengan pentingnya pemahaman makna dari do’a yang dipanjatkan, saya pernah mendapati seorang ustadz berdo’a untuk kebaikan bersama jama’ahnya dengan melafalkan rabbi ighfirli dzunuubi yang artinya ‘Tuhanku, ampunilah dosa-dosaku’ yang seyogyanya dilafalkan dengan rabbanaa ighfirlanaa dzunuubanaa yang artinya ‘Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami’. Dalam kajian bahasa secara umum, subjek dibedakan menjadi 1 orang dan lebih dari 1 orang, dalam bahasa Arab pun demikian. Maka perlu dibedakan antara pemohon yang merupakan seorang diri dengan beberapa orang, dengan demikian do’a yang dipanjatkan akan lebih tepat.

Selanjutnya, penggunaan istilah atau ungkapan yang kurang tepat yang mungkin diabaikan oleh sebagian orang adalah subhanallah ‘Mahasuci Allah’ dan masyaallah ‘kehendak Allah’. Kedua kata tersebut banyak diketahui umat muslim selama ini sebagai suatu ungkapan takjub ketika melihat sesuatu. Akan tetapi, fenomena yang terjadi adalah mengungkapkan subhanallah ketika melihat sesuatu yang bagus dan indah, padahal syariat mengajarkan bahwa subhanallah dianjurkan pelafalannya ketika melihat kemungkaran. Mengapa demikian? Jika dilihat dari artinya, ketika kita melafalkan, maka kita memuji Allah, mensucikan Allah dari sesuatu yang mungkar yang kita lihat, karena Allah Tuhan Mahasuci. Sebaliknya, masyaallah banyak dilafalkan ketika melihat sesuatu yang membuat kita seolah terbelalak, seperti menyaksikan kejadian aneh. Padahal dalam syariat justru ketika kita melihat hal yang mengagumkan di luar nalar, maka kita baru ucapkan masyaallah. Dengan mengucapkan, maka kita betul meyakini bahwa hanya Allah yang mampu berkehendak atas apa yang sedang kita saksikan. Fenomena tersebut mungkin berada di sekitar kita, alangkah lebih utama jika kita mampu menggunakan bahasa Arab dengan baik, maka akan berdampak yang baik juga.

Terakhir, masyarakat Indonesia kurang berminat memperbaiki bacaan Arab, khususnya masing-masing huruf. Terlahir sebagai masyarakat yang berbeda bahasa dan logat, masyrakat Indonesia cenderung kental dalam logatnya. Hal tersebut berdampak pada pelafalan bahasa Arab yang kurang tepat. Ya kan bahasa Arabnya orang Indonesia, bukan orang Arab asli, ga bisa mirip orang Arab banget dong. Betul, saya setuju. Memang kita ga bisa mirip bacaan orang Arab, tapi kita bisa belajar melafalkan dengan benar. Tahukah anda, bahwa dalam bahasa Arab, masing-masing huruf hijaiyah memiliki kekhasan, bahkan beda huruf beda makna, tertambahi atau terkurangi huruf berarti merubah makna. Bagaimana jika hal tersebut dilakukan dalam rangkaian ibadah kita? Misalnya shalat, tidak diperkenankan adanya improvisasi bacaan shalat.

Sebagai contoh, terdapat imam shalat yang melafalkan qul dalam surah Al-Kafirun ayat pertama yang artinya ‘katakanlah, wahai orang-orang kafir’. Imam tersebut merupakan orang Jawa yang kurang terbiasa dengan bunyi [q], dia cenderung lebih mudah melafalkan bunyi [k] yang familiar dalam bahasa Jawa. Hal tersebut berdampak pada hasil bacaan qul ‘katakanlah’ dengan lafal kul yang artinya berubah menjadi ‘makanlah’ dan arti keseluruhan ayat tersebut menjadi ‘makanlah, wahai orang-orang kafir’. Bagi masyarakat Indonesia, terdapat beberapa bunyi bahasa Arab yang mungkin sulit diucapkan, tapi bukan berarti tidak bisa, meskipun logat kita sangat kental namun kita dituntut harus benar melafalkannya, karena itu bacaan dalam ibadah wajib. Alasan ketiga ini merupakan salah satu data tesis saya, insyaallah akan saya sarikan di tulisan berikutnya ^^

Baiklah, demikian opini saya tentang alasan-alasan mengapa masyarakat Indonesia perlu belajar bahasa Arab. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi koreksi bersama, bahwa kita butuh bahasa Arab dalam kehidupan kita ^^

Sebagai permulaan, bisa baca dulu materi belajar bahasa Arab di Belajar Bahasa Arab untuk Pemula.
Terima kasih telah menyempatkan membaca, sampai jumpa di tulisan berikutnya ya, wassalamu’alaikum.

sumber gambar

Komentar