Kiat Melatih Kejujuran (Bagian II)



Halo assalamu’alaikum.

Menyambung dari tulisan sebelumnya, saya akan mengulas kiat lain yang bisa kita lakukan untuk melatih kejujuran. Jika sebelumnya kita melatih diri untuk membedakan si pemilik barang, kiat yang akan saya tulis di sini merupakan tahapan yang lebih tinggi, yaitu soal hati. Cie haha *maap heboh sendiri.

Hati? Iya, hati. Sering kan denger “aku mau bilang jujur dari hati yang paling dalam”. Emang jujur letaknya di hati? Kalo saya bilang, iya kejujuran itu letaknya di hati. Kalo hatinya jujur akan memberi efek pada perbuatan, perkataan, mimik wajah, dan aksi yang lainnya yang akhirnya muncul menjadi sifat jujur. Pendapat tersebut sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘aalaihi wasallam dalam hadits, “ingatlah bahwa dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa itu adalah hati.” (HR. Bukhari No.52 dan Muslim No.1599).

Lalu, gimana caranya melatih hati untuk jujur? Caranya adalah dengan meyakini bahwa jujur itu perintah Tuhan, dan tidak jujur adalah larangan Tuhan. Udah gitu doang? Wah, bukan doang, itu susah cuy, ga gampang. Kiat yang satu ini cenderung fokus pada keyakinan dalam hati terhadap suatu perbuatan yang kita/orang lain lakukan, apakah perbuatan tersebut dilarang atau tidak. Sebagai contoh, ketika kita hendak pinjam sandal teman kos, kondisinya kita sedang butuh banget, tapi temen kos belum bangun. Trus gimana? Kalo kita yakin bahwa pinjam tanpa seizinnya adalah perbuatan yang dilarang Tuhan, maka kita tidak akan melakukannya. Bukan lagi soal “ini bukan sandal saya”, tapi lebih jauh lagi bahwa kalau saya lakukan, maka saya berdosa ketika itu karena saya melanggar aturan Tuhan, meskipun kita bisa bilang belakangan (setelah pakai sendalnya). Tapi tidakkah kita berpikir bahwa apa dia ikhlas kita pinjam sendalnya tanpa izin meskipun kita sudah menjelaskan bahwa “tadi kamu masih tidur trus aku buru-buru mau pake”? who knows, semua soal hati :)

Kejujuran itu luas, bisa perbuatan bisa juga perkataan. Lebih-lebih perkataan. Berkata jujur itu diperintahkan oleh Tuhan dan sebaliknya berkata bohong dilarang Tuhan. Dengan meyakini hal itu, sekalinya kita akan berkata tidak jujur, maka hati kecil kita pasti menolak. Jika kita sudah menempatkan hati kita untuk jujur, maka kita akan menghindari perkataan bohong atau dusta, karena kita memahami konsekuensi yang nantinya akan kita dapat. Kiat kedua ini memang lebih abstrak, tapi kita tetap bisa mewujudkannya. Diawali dengan cara pertama yaitu berhati-hati dalam perbuatan yang berkaitan dengan hak saya dan orang lain, kemudian diperkuat dengan menggerakkan hati agar tidak melakukan pelanggaran, maka insyaallah nilai-nilai kejujuran dalam diri kita akan muncul.

Baiklah, segitu dulu yang bisa saya sampaikan, semoga bermanfaat dan sampai jumpa di tulisan saya berikutnya ya!

Wassalamu’alaikum.

*sumber gambar
*kutipan hadits

Komentar