Periksa Hamil Saat Prancis Memberlakukan Lockdown
Assalamu’alaikum.
Sudah sebulan lebih ga nulis blog, apa kabar para pembaca? Bagaimana aktivitas anda di tengah pandemi korona ini? Semoga aktivitasnya tetap lancar dan senantiasa dalam keadaan sehat berbahagia ya. Saat ini di Prancis masih menjalani lockdown. Terhitung sudah hampir 1 bulan, sejak pertengahan bulan Maret 2020 lalu pemerintah Prancis memberlakukan restez chez vous (baca: reste sye vu) yang intinya berupa isolasi dan larangan keluar rumah bagi yang tidak ada kepentingan mendesak. Di tengah keadaan yang serba terbatas ini, alhamdulillahi rabbil’alamiin Allah berikan rezeki calon bayi di perut saya, yang menjadikan saya harus memeriksakan diri ke dokter. Pemeriksaan tersebut tentu menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi saya. Apa saja yang terjadi? Keep reading^^
Antri dokter 2 bulan
Memasuki awal tahun 2020 lalu, saya dan suami banyak berdiskusi soal rencana di tahun ini, salah satunya adalah memiliki momongan (lagi). Mengingat, tahun lalu qadarullah kami sempat kehilangan si janin dan saya harus menjalani kuretase, jadilah untuk kehamilan kali ini kami betul-betul mempersiapkan sedini mungkin. Diawali dengan cek rahim ke dokter, memastikan everything is clear dan siap hamil lagi, kemudian promil.
Sebelum promil, saya sudah harus membuat RDV atau janji temu dengan dokter kandungan, untuk 2 bulan ke depan. Sebagai informasi, cara periksa di Prancis agak berbeda dengan di Indonesia. Di Indo, kita bisa kapan aja pergi ke dokter untuk periksa. Paling agak lama ngantri di ruang dokter. Di sini, diterapkan sistem janji temu salah satunya melalui aplikasi Doctolib ketika ingin menjalani pemeriksaan sesuatu, terlebih ke dokter spesialis. Tahukah? Masa tunggu janji temu tersebut paling cepet 2 minggu dan paling lama entah berapa bulan. Se-lama itu. Asli. Saya kebetulan dapat masa tunggu 2 bulan. Jadi saya di bulan Januari 2020 bikin janji temu, kemudian mendapat jadwal di bulan Maret 2020, padahal ya belum tau ni perut udah ada isinya belum hehe.
Maret sungguh mengejutkan
Tibalah di bulan Maret. Bulan yang menurut saya banyak memberikan kejutan. Diawali dengan hasil testpack positif, saya mulai merasakan tubuh saya beneran hamil. Meski hamil yang kedua, tapi kali ini lebih terasa hamilnya daripada yang sebelumnya. Bagi yang pernah hamil muda pasti tau rasanya ya; lemas, mual, muntah, kembung, pusing, ga mau makan A B C, ga mau bau A B C, ga bisa masak, dan kehebohan lainnya. Di hari-hari itu juga, benua Eropa lebih heboh dengan wabah korona, hingga Prancis mulai memberlakukan karantina bagi warganya, sempat juga mengalami panic buying dari makanan hingga masker.
Satu minggu berlalu masa karantina, jadwal periksa saya dengan dokter kandungan pun hampir tiba. Si bapak yang sudah seminggu kerja di rumah tiba-tiba bilang bahwa di hari pemeriksaan, beliau tidak bisa menemani saya ke klinik. Ternyata salah satu aturan di klinik kesehatan (selama karantina ini) adalah pasien harus pergi sendiri, tidak boleh ditemani. Benar saja, esok harinya saya ditelpon sekretaris dokter untuk konfirmasi kedatangan saya di tanggal 25 Maret 2020 jam 10.45 sekaligus mengingatkan bahwa saya harus datang sendiri tanpa pendamping. Saya yang awalnya tenang mendadak sedih, membayangkan berbagai kekhawatiran; kondisi hamil muda yang teler, pulang pergi harus naik kereta bawah tanah kemudian sambung bus, jalan kaki, kota nya lagi mati suri ga banyak orang, belum lagi kekhawatiran beneran ada ga janinnya kali ini, padahal si bapak di rumah tapi saya harus pergi sendiri.
Hari pemeriksaan
Hari yang dilupakan dinantikan pun tiba haha saking lamanya nunggu. Saya menyalin template surat dari pemerintah pusat yang harus dibuat ketika akan keluar rumah untuk periksa sebagai berikut.
Jadi, selama karantina, warga diperbolehkan keluar rumah hanya untuk beberapa hal yang dianggap penting dan mendesak, di antaranya ke dokter dan beli makanan. Syaratnya harus menyalin surat tersebut dan dibawa ketika bepergian, karena akan ada petugas yang cek di jalan. Jika tidak dapat menunjukkan surat atau keluar seenaknya, akan dikenakan denda minimal 2 juta rupiah saat itu.
Lanjut, di hari itu dari pagi udah mulai gelisah, nanti gimana ya nanti gimana ya. Setelah diskusi, untuk meminimalisir kekhawatiran saya dan menjaga janin, saya pun pulang pergi naik Uber dari rumah menuju klinik Ambroise Pare, sekitar 8 km dari tempat saya tinggal. Meski mahal, tapi namanya juga ikhtiar. Berangkatlah saya dijemput Uber. Selama perjalanan, botol minyak kayu putih ga lepas dari hidung saya, karena bener-bener ngejaga biar ga muntah di mobil orang haha ya kali kan. Sebenarnya, di hari ini juga pertama kalinya saya keluar rumah selama karantina, pengen rasanya mengabadikan suasana kota, tapi maafkan daku tak sanggup memegang hp untuk sekedar mengambil gambar. Pengennya buruan sampe aja, udah. Tapi dari sekilas yang saya lihat, suasana kota kala itu memang sepi, ada beberapa orang yang sliweran, mobil juga lebih banyak yang terparkir daripada yang jalan.
Sesampainya di klinik, saya kaget perawat dengan APD pada di depan pintu masuk. Belum sampai masuk, saya sudah ditanya ada perlu apa? Saya bilang mau periksa dengan dr.Achouri dengan janji temu jam 10.45. Kemudian saya dipersilahkan masuk tapi lewat pintu belakang, karena ruangan dokternya lebih dekat aksesnya dari pintu belakang. Di pintu belakang saya disambut perawat lagi lengkap dengan APD, dikonfirmasi jadwal periksanya dan dicek nama saya, kemudian saya diberikan cairan antiseptik dan dipersilahkan menuju ruang dokter. Jadi, klinik tersebut membatasi pasien yang datang dengan memisah jalur masuk serta disesuaikan jadwal periksanya, jadi di dalam klinik para pasien juga tidak banyak yang papasan, sehingga kontak antarorang cukup terjaga.
Sampai di ruang dokter, saya melakukan konfirmasi ke meja sekretaris dulu terkait kedatangan saya dan urusan administrasi, kemudian dipersilahkan menunggu dipanggil dokter. Sekitar 1,5 jam menunggu giliran, rasanya udah mau tiduran di lantai saking lemesnya duduk, tibalah giliran saya. Ngobrol sebentar dengan dokter kemudian dicek rahimnya, alhamdulillah beneran ada janinnya, kala itu usianya masih 7 mingguan dengan ukuran 17,2 mm tapi jantungnya udah terdengar. Ya Allah gini rasanya ya, rejeki di tengah korona hehe. Setelah selesai, saya dibekali resep obat dan tes darah. Senyam senyum lah saya sepanjang perjalanan naik Uber sampai pulang ke rumah, kemudian mengabarkan kepada si bapak dan orang rumah di Indo.
Begitulah pengalaman saya periksa hamil perdana di Prancis di tengah wabah korona ini. Tuhan punya cara-Nya sendiri memberikan rezeki kepada hamba-Nya. Kelak saya akan berbagi kisah tersebut dengan bayi yang saat ini sedang menemani saya mengetik, insyaallah. Mohon do’anya semoga kehamilan ini diberikan kemudahan dan kelancaran. Sejauh ini, kami bertiga masih di rumah saja dan baik-baik saja. Meski kabarnya karantina di sini akan diperpanjang lagi. Semoga kondisi dunia ini segera membaik. Aamiin.
Terima kasih telah menyempatkan membaca, sampai jumpa di tulisan berikutnya ya.
Wassalamu’alaikum.
Baarakallahu bumil :). Selamat menjalani trimester awal yang nano nano :)
BalasHapusWa baaraka 'alaik, terima kasih do'a dan supportnya yah umma Idris :)
HapusSehat trs kalian bertiga, smoga bs menikmati masa hamil.nyaa dindon ❤
BalasHapusAamiin yaa Rabb, terima kasih do'anya nisah! Semoga km sekeluarga jg diberikan kesehatan yah :)
HapusSelamat nggih.... Semoga sekeluarga selalu dlm keadaan sehat dan dalam lindungan-Nya. Aamiin
BalasHapusaamiin yaa Rabb, terima kasih atas do'anya, semoga anda jg senantiasa dalam lindungan-Nya :)
Hapus
BalasHapusBerasa mbaca kisah sndri, qaddarullah taun kmrn harus kuretase jg, dan bulan Maret ini Allah kasih ganti yg kmrin . Ada seneng ada khawatir nya jg. Priksa ke dokter langganan, di indo dr nya pun pakai APD lengkap. . Semoga senantiasa Allah jaga mbk dini dan keluarga ya. Baarakallahu fiikum .
Masyaallah tabarakallah, selamat juga atas amanah barunya ya. Semoga anda senantiasa diberikan kemudahan dan kelancaran yah kali ini, insyaallah jd tabungan di akhirat hehe aamiin :)
Hapus